1. Pengertian
Penggugat
Penggugat adalah orang yang mengajukan tuntutan melalui
pengadilan karena ada haknya yang diambil orang lain atau krena adanya
permasalahan dengan pihak lain, yang dianggap merugikan dirinya.
Penggugat disebut juga dengan penuntut,
pendakwa atau penuduh.
2. Pengertian
Tergugat
Tergugat
adalah orang yang dituntut mengembalikan keadilan berkaitan dengan hak-hak
orang lain, atau dituntut untuk mempertanggungjawabkan kesalahan atas dakwaan
pihak lain di pengadilan. Tergugat sering disebut juga dengan terdakwa, atau
tertuduh.
3. Syarat-syarat
Gugatan
a. Gugatan
disampaikan secara tertulis yang ditujukan ke pengadilan dan di tandatangani
oleh penggugat. Jika penggugat tidak bisa menulis, boleh mengajukan gugatan
secara lisan kepada ketua pengadilan, yang nantinya akan dicatat oleh petugas
pencatat.
b. Gugatan
harus diuraikan dengan jelas dan rinci (tafshil), baik permasalahannya maupun
alasan-alasan gugatan.
c. Tuntutan harus sesuai dengan kejadian perkara.
d. Memenuhi persyaratan khusus yang dibuat oleh pengadilan.
e. Pihat tergugat tertentu orangnya.
f. Penggugat dan tergugat sama-sama mukallaf, baligh dan
berakal.
g. Penggugat
dan tergugat tidak dalam keadaan berperang membela agama.
4. Cara Memeriksa Terdakwa dan Terdakwa yang Tidak Hadir di
Persidangan.
Dalam pemeriksaan harus dihadirkan
pihak-pihak yang berperkara. Untuk pendakwa dianggap tidak ada masalah hadir di
persidangan, karena ia yang menuntut agar perkaranya dimejahijaukan. Sedangkan
terdakwa juga harus hadir. Jika tidak, pengadialn tetap memanggilnya sampai
batas tiga kali. Bila tidak hadir juga, maka hakim boleh memutuskan perkara
atas orang ghaib ini. Putusan ini ( dalam bahasa peradilan) disebut dengan
putusan verstek (tidak hadir atau in absentia), yakni putusan pengadilan tanpa
kehadiran pihak terdakwa atau tertuduh. Imam Syafo’i dan Imam Ahmad bin Hambal
membolehkan hakim memutuskan perkara dengan cara versterk ini.
Menurut Imam Abu Hanifah, Ibn Abi
Laila, Syuraih, dan Umar bin Abdul Aziz tidak membolehkan putusan verstek ini.
Alasan yang dikemukakan adalah mungkin saja ketidakhadiran terdakwa karena ada
hujjah yang menyebabkannya tidak bisa hadir di persidangan. Akan tetapi jika
ada wakilnya, persidangan bisa dilanjutkan atau dilangsungkan.
Cara emeriksa terdakwa :
· Hakim berusaha mendamaikan pihak-pihak yang berperkara
· Jika tidak dapat didamaikan, perkara itu diperiksa menurut ketentuan yang
berlaku.
Beberapa kemungkinan dalam jalannya
persidangan, yang apda akhirnya hakim memutuskan perkara :
a. Apabila terdakwa mengikrarkan (mengakui) tuduhan, maka
hakim memutuskan perkara sesuai dengan pengakuan tersebut, dan pemeriksaan
terdkawa dianggap tuntas.
b. Apabila terdakwa mengingkari tuduhan pendakwa, maka hakim
meminta kepada pendakwa untuk menudatangkan bukti-bukti perkara.
c. Apabila bukti-bukti tidak cukup, sedangkan pendakwa tidak
mampu membuktikan kebenaran gugatannya, lalu ia minta supaya pihak terdakwa
disumpah, maka hakim harus meluluskan permintaannya, setelah itu hakim
memutuskan perkara berdasarkan sumpah terdakwa.
D.
BUKTI (BAYYINAH) DAN SUMPAH DALAM PERADILAN
1.
Macam-macam Bukti
Suatu dakwaan dapat diterima dan dibenarkan apabila
disertai dengan bukti yang lengkap.
Macam-macam
bukti :
a. Saksi
b. Barang
bukti
c. Pengakuan
terdakwa
d. Sumpah
Sumpah ada dua macam :
1) Sumpah untuk berjanji melakukan sesuatu atau tidak
melakukan sesuatu.
2) Sumpah untuk memberikan keterangan guna menguatkan bahwa
sesuatu itu benar-benar demikian atau tidak.
e. Pengetahuan atau keyakinan hakim
Pengetahuan hakim yang ada relevansinya
dengan pemeriksaan perkara merupakan satu bukti dalam penyelesaian perkara
tersebut. Tapi pengetahuan dan keyakinan dari hakim ini hanya terbatas untuk
menguatkan bukti yang lain. Juga tidak berlaku dalam perkara pidana.
2. Syarat-syarat Orang yang Bersumpah
Orang yang bersumpah dianggap sah
sumpahnya apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. Mukallaf
Yaitu baligh dan berakal.
b. Atas kehendak sendiri
Tidak ada paksaan dari pihak manapun.
c. Sengaja mengucapkan sumpah.
d. Harus dengan nama Allah.
3. Lafal-lafal Sumpah
Kata billaahi adalah salah satu sumpah
yang diawali huruf qasam. Kata-kata qasam adalah : . Kata-kata qasam tersebut
mengandung arti ”Demi Allah”.
Contoh lafal sumpah misalnya,”Demi
Allah saya bersumpah bahwa saya tidak mencuri.” Boleh juga diakhiri dengan kata
laknat Allah, seperti sumpah li’an suami: “Demi Allah, saya bersumpah, bahwa
istri saya telah berzina dengan si fulan. Kalau saya berdusta saya bersedia
dilaknat oleh Allah swt. Untuk selama-lamanya.”
4. Tujuan Sumpah dan Sumpah Tergugat
Sumpah yaitu suatu pernyataan yang
khidmat, diucapkan pada waktu berjanji atau keterangan dengan nama Allah dengan
menggunakan huruf qasam (sumpah).
Tujuan sumpah adalah memberikan
keterangan guna meyakinkan bahwa sesuatu itu demikian atau tidak. Sumpah
diucapkan oleh tergugat untuk menyangkal atau menolak gugatan yang ditunjukan
kepadanya. Jika tergugat bersedia bersumpah, hakim dapat memutskan bahwa
gugatan penggugat tidak benar.
Sumpah yang diucapkan tergugat bahwa
semua gugatan penggugat itu tidak benar disebut yamin al-munkir (sumpah
penolakan). Apabila bukti-bukti sangat lengkap dan meyakinkan, tetapi terdakwa
masih menolak dan dikuatkan dengan sumpahnya, maka ketetapan hakim lebih
didasarkan kepada bukti daripada sumpah. Sebab bukti-bukti baik berupa saksi
atau barang bukti, lebih konkrit daripada sumpah, karena sumpah itu bersifat
subyektif.
5. Pelanggaran Sumpah
Pelanggaran sumpah terjadi bila
seseorang telah berikrar dengan menyebut nama Allah untuk mengerjakan atau
meninggalkan sesuatu lalu tidak ditepatinya.
Adapun orang yang bersumpah untuk tidak
mengerjakan sesuatu, lalu orang lain disruhnya untuk mengerjakan pekerjaan
tersebut, maka tidak termasuk pelanggaran sumpah. Orang yang melanggar sumpah
karena lupa, juga tidak termasuk melanggar sumpah.
Denda orang yang melanggar sumpah
adalah memilih salah atu dari hal-hal sebagai berikut:
a. Memberi makan kepada 10 orang miskin dengan makanan pokok
(3/4 liter beras) tiap orang.
b. Memberi pakaian 10 orang miskin, yaitu pakaian yang
pantas untuk mereka.
c. Memerdekakan busak.
d. Mengerjakan puasa selama 3 hari.
Allah berfirman:
لاَ
يُؤَاخِذُكُمُ اللّهُ بِاللَّغْوِ فِي أَيْمَانِكُمْ وَلَـكِن يُؤَاخِذُكُم بِمَا
عَقَّدتُّمُ الأَيْمَانَ فَكَفَّارَتُهُ إِطْعَامُ عَشَرَةِ مَسَاكِينَ مِنْ
أَوْسَطِ مَا تُطْعِمُونَ أَهْلِيكُمْ أَوْ كِسْوَتُهُمْ أَوْ تَحْرِيرُ رَقَبَةٍ
فَمَن لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ ذَلِكَ كَفَّارَةُ أَيْمَانِكُمْ
إِذَا حَلَفْتُمْ وَاحْفَظُواْ أَيْمَانَكُمْ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللّهُ لَكُمْ
آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Artinya :
“Allah tidak menghukum kamu disebabkan
sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum
kamu disebabkan sumpah-sumpah yang disengaja, maka kaffarat (melanggar)
sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang
biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau
memerdekakan seorang budak. Barangsiapa tidak sanggup melakukan yang demikian,
maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kaffarat
sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). Dan jagalah
sumpahmu. Demikian Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu
bersyukur (kepada-Nya).” (QS. Al-Maidah/5: 89)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar